Merdeka.com - PT Smartfren Telecommunication Tbk menjamin kelangsungan layanan seluler berbasis code division multiple acces (CDMA) dan komit tetap memberikan layanan kepada pelanggannya menggunakan teknologi tersebut.
Smartfren tetap akan menggelar jaringan CDMA dan melayani pelanggannya, dan untuk tahun ini akan dimodernisasi di 2 ribu titik dengan investasi mendekati USD 100 juta.
Pertanyaannya, untuk apa Smartfren terlalu ngotot untuk menjual produk-produk dengan dukungan CDMA? Padahal, mereka sudah tahu bahwa kematian CDMA diprediksi kuat akan terjadi di tahun ini.
Tanda-tanda kematian CDMA sudah terlihat sejak dua tahun terakhir, saat operator CDMA mulai jungkir balik mempertahankan kinerja keuangannya meski pada akhirnya tetap menanggung kerugian dan utang yang besar.
Sebut saja PT Bakrie Telecom Tbk (Esia) mengalami rugi bersih Rp 1,5 triliun pada kuartal III 2013. Kondisi Smartfren juga sebenarnya tidak begitu baik. Sedangkan Smartfren meski mencatat pertumbuhan pendapatan tapi masih menderita rugi sebesar Rp 1,54 triliun atau naik 52 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,01 triliun.
Operator sebesar Telkom pun sudah berpikir ulang untuk melanjutkan bisnis CDMA. Melalui Flexi, Telkom memang menyediakan layanan fixed wireless access (FWA) berbasis CDMA.
Seiring dengan bisnis ini sudah tidak tumbuh, dan cenderung membawa kerugian bagi perusahaan, Telkom berniat untuk mematikan lini bisnis yang sebelumnya menjadi tumpuan harapan Telkom, selain Telkomsel yang menggelar layanan telepon seluler.
BUMN telekomunikasi itu mengaku CDMA sudah tidak membawa keuntungan bagi perseroan dan sejak awal 2013 sudah tidak melakukan investasi untuk pengembangan Flexi mengingat pertumbuhannya yang negative 15 persen.
Presdir Smartfren Merza Fachys pun angkat bicara.
"Ada yang bilang kalau Smartfren ngapain launching produk-produk Andromax padahal sudah banyak operator CDMA yang banting stir dari CDMA ke GSM atau langsung ke 3G," ujarnya pada wartawan Kamis, (23/1).
Smartfren menggunakan vendor ZTE dan Samsung, yang mana, sekitar 90 persen dari menara telekomunikasinya adalah menyewa. Sayangnya, jangkauan Smartfren tidak sampai wilayahIndonesia timur. Menurut Merza, hal itu karena pihaknya selalu ingin memberikan layanan data dan suara yang prima.
"Kalau layanannya biasa-biasa saja mungkin kami bisa saja memasuki wilayah Indonesia timur, tapi kami tidak ingin memberikan layanan yang buruk, sedangkan untuk menuju kesana sangat sulit membangun infrastruktur di wilayah tersebut," tuturnya.
Lantas apa pendapat Anda? Haruskah Smartfren tetap ngotot?
(Minggu, 26 Januari 2014 02:01)
Smartfren tetap akan menggelar jaringan CDMA dan melayani pelanggannya, dan untuk tahun ini akan dimodernisasi di 2 ribu titik dengan investasi mendekati USD 100 juta.
Pertanyaannya, untuk apa Smartfren terlalu ngotot untuk menjual produk-produk dengan dukungan CDMA? Padahal, mereka sudah tahu bahwa kematian CDMA diprediksi kuat akan terjadi di tahun ini.
Tanda-tanda kematian CDMA sudah terlihat sejak dua tahun terakhir, saat operator CDMA mulai jungkir balik mempertahankan kinerja keuangannya meski pada akhirnya tetap menanggung kerugian dan utang yang besar.
Sebut saja PT Bakrie Telecom Tbk (Esia) mengalami rugi bersih Rp 1,5 triliun pada kuartal III 2013. Kondisi Smartfren juga sebenarnya tidak begitu baik. Sedangkan Smartfren meski mencatat pertumbuhan pendapatan tapi masih menderita rugi sebesar Rp 1,54 triliun atau naik 52 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,01 triliun.
Operator sebesar Telkom pun sudah berpikir ulang untuk melanjutkan bisnis CDMA. Melalui Flexi, Telkom memang menyediakan layanan fixed wireless access (FWA) berbasis CDMA.
Seiring dengan bisnis ini sudah tidak tumbuh, dan cenderung membawa kerugian bagi perusahaan, Telkom berniat untuk mematikan lini bisnis yang sebelumnya menjadi tumpuan harapan Telkom, selain Telkomsel yang menggelar layanan telepon seluler.
BUMN telekomunikasi itu mengaku CDMA sudah tidak membawa keuntungan bagi perseroan dan sejak awal 2013 sudah tidak melakukan investasi untuk pengembangan Flexi mengingat pertumbuhannya yang negative 15 persen.
Presdir Smartfren Merza Fachys pun angkat bicara.
"Ada yang bilang kalau Smartfren ngapain launching produk-produk Andromax padahal sudah banyak operator CDMA yang banting stir dari CDMA ke GSM atau langsung ke 3G," ujarnya pada wartawan Kamis, (23/1).
Smartfren menggunakan vendor ZTE dan Samsung, yang mana, sekitar 90 persen dari menara telekomunikasinya adalah menyewa. Sayangnya, jangkauan Smartfren tidak sampai wilayahIndonesia timur. Menurut Merza, hal itu karena pihaknya selalu ingin memberikan layanan data dan suara yang prima.
"Kalau layanannya biasa-biasa saja mungkin kami bisa saja memasuki wilayah Indonesia timur, tapi kami tidak ingin memberikan layanan yang buruk, sedangkan untuk menuju kesana sangat sulit membangun infrastruktur di wilayah tersebut," tuturnya.
Lantas apa pendapat Anda? Haruskah Smartfren tetap ngotot?
(Minggu, 26 Januari 2014 02:01)
(Oleh: Yoga Tri Priyanto)
(Sumber: http://www.merdeka.com)